Helooo this is a short story about the most precious person in my life besides family, enjoy!
Kenalin mereka ini udah bisa dibilang temen, sahabat, saudara, sampe kakak gue kali ya . Ananda Nicola (Nanda) dan Tia Ayu Andari (Panda) yup they are friends of high school. Entahlah kenapa kita bisa jadi sampai sedeket ini satu sama lain, mungkin awal mulanya niat kita berteman dengan baik, nyaman, saling terbuka dan akhirnya kebawa jadi perasaan yang sama-sama percaya sampai sekarang. Buat gue "faith is the beginning of everything" ya mau itu hubungan percintaan, persahabatan, sampai dikeluargapun pasti kepercayaan itu yang diutamain. Selama kita disma kita bertemen ya gak yg neko-nekolah apa adanya aja, ga main gengsi-gengsian tapi tetep harus bergengsi sih... hehehe. Terlalu banyak cerita yang spesial tentang kita sampe bingung mau ceritain yang mana, buat gue tuh mereka kaya perempuan yang paling kuat setelah nyokap gue hmm ada beberapa alasan yang ngebuat gue bisa bilang mereka kaya gitu. Ya pokoknya mereka the best friends ever lah! susah banget kalo buat nemuin yang kaya mereka lagi sabarnya, gilanya, cacatnya, baiknya yaaa everythinglah, tapi bukan berarti kita nutup kemungkinan buat berteman dengan yang lain dan sampai deket seperti mereka yaaa. And here they are!
Minggu, 30 Juni 2013
PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI
A. Pengertian
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Tujuan memperkarakan suatu sengketa:
1. adalah untuk menyelesaikan masalah yang konkret dan memuaskan,
2. dan pemecahannya harus cepat (quickly), wajar (fairly) dan murah (inexpensive).
1. adalah untuk menyelesaikan masalah yang konkret dan memuaskan,
2. dan pemecahannya harus cepat (quickly), wajar (fairly) dan murah (inexpensive).
B. Cara-Cara Penyelesaian
1. Negosiasi dan ADR
Negosiasi adalah sarana paling banyak digunakan. Sarana ini telah dipandang sebagai sarana yang paling efektif. Lebih dari 80% (delapan puluh persen) sengketa di bidang bisnis tercapai penyelesaiannya melalui cara ini. Penyelesaiannya tidak win-lose tetapi win-win. Karena itu pula cara penyelesaian melalui cara ini memang dipandang yang memuaskan para pihak.
Negosiasi adalah sarana paling banyak digunakan. Sarana ini telah dipandang sebagai sarana yang paling efektif. Lebih dari 80% (delapan puluh persen) sengketa di bidang bisnis tercapai penyelesaiannya melalui cara ini. Penyelesaiannya tidak win-lose tetapi win-win. Karena itu pula cara penyelesaian melalui cara ini memang dipandang yang memuaskan para pihak.
2. Arbitrase
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase sudah semakin populer di kalangan pengusaha. Kontrak-kontrak komersial sudah cukup banyak mencantumkan klausul arbitrase dalam kontrak mereka. Dewasa ini Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), sudah semakin populer. Badan-badan penyelesaian sengketa sejenis telah pula lahir. Di antaranya adalah Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), badan penyelesaian sengketa bisnis, dll.
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase sudah semakin populer di kalangan pengusaha. Kontrak-kontrak komersial sudah cukup banyak mencantumkan klausul arbitrase dalam kontrak mereka. Dewasa ini Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), sudah semakin populer. Badan-badan penyelesaian sengketa sejenis telah pula lahir. Di antaranya adalah Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), badan penyelesaian sengketa bisnis, dll.
3. Pengadilan
Persepsi umum yang lahir dan masih berkembang dalam masyarakat adalah masih adanya ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap badan pengadilan. 4 Pengusaha atau para pelaku ekonomi dan bisnis, terlebih masyarakat awam melihat hukum bukan dari produk-produk hukum yang ada atau yang pemerintah keluarkan. Masyarakat umumnya meljhat pengadilan sebagai hukum. Begitu pula persepsi mereka terhadap polisi, jaksa, atau pengacara.
Persepsi umum yang lahir dan masih berkembang dalam masyarakat adalah masih adanya ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap badan pengadilan. 4 Pengusaha atau para pelaku ekonomi dan bisnis, terlebih masyarakat awam melihat hukum bukan dari produk-produk hukum yang ada atau yang pemerintah keluarkan. Masyarakat umumnya meljhat pengadilan sebagai hukum. Begitu pula persepsi mereka terhadap polisi, jaksa, atau pengacara.
4. Mediasi
Mediasi adalah upaya penye dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.
Mediasi adalah upaya penye dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.
C. Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi
1. Perundingan : Perundingan merupakan tindakan atau proses menawar untuk meraih tujuan atau kesepakatan yang bisa diterima.
2. Arbitrase : Kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan
3. Ligitasi : Litigasi adalah proses dimana seorang individu atau badan membawa sengketa, kasus ke pengadilan atau pengaduan dan penyelesaian tuntutan atau penggantian atas kerusakan.
2. Arbitrase : Kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan
3. Ligitasi : Litigasi adalah proses dimana seorang individu atau badan membawa sengketa, kasus ke pengadilan atau pengaduan dan penyelesaian tuntutan atau penggantian atas kerusakan.
Jadi perbandingan diantara ketiganya ini merupakan tahapan dari suatu penyelesaian pertikaian. Tahap pertama terlebih dahulu melakukan perundingan diantara kedua belah pihak yang bertikai, kedua ialah ke jalan Arbitrase ini di gunakan jika kedua belah pihak tidak bisa menyelesaikan pertikaian yang ada oleh sebab itu memerlukan pihak ketiga. Ketiga ialah tahap yang sudah tidak bisa diselesaikan dengan menggunakan pihak ketiga oleh sebab ini mereka mebutuhkan hukum atau pengadilan untuk menyelesaikan pertikaian yang ada.
ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
1. Anti Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Pengertian
Monopoli murni adalah bentuk organisasi pasar dimana terdapat perusahaan
tunggal yang menjual komoditi yang tidak mempunyai subtitusi sempurna.
Perusahaan itu sekaligus merupakan industri dan menghadapi kurva permintaan
industri yang memiliki kemiringan negatif untuk komoditi itu.
“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli”
atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan
dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya
hampir sama yaitu “kekuatan pasar”.
Menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan
kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan
dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu
sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan
kepentingan umum.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis
sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas
penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal
1 ayat (1) Undang-undang Anti Monopoli )
2. Azas dan Tujuan
Tujuan yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah
sebagai berikut
- Menjaga
kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah
satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
- Mewujudkan
iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat,
sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi
pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
- Mencegah
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan
oleh pelaku usaha.
- Terciptanya
efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
3. Kegiatan yang
dilarang
Dalam UU No.5/1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai
dengan pasal 24. Undang undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti
halnya perjanjian. Namun demikian, dari kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah aktivitas,tindakan secara
sepihak. Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua
pihak maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum
sepihak.
Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :
1. Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas
penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
2. Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai
pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang
bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
3. Penguasaan pasar
3. Penguasaan pasar
Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan
pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang
merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
a. menolak
dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang
sama pada pasar yang bersangkutan;
b. menghalangi
konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan
usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
c. membatasi
peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
d. melakukan
praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
4. Persekongkolan
Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku
usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan
pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).
5. Posisi Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku
usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan
dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi
diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan
keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk
menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
6. Jabatan Rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang
yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan,
pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris
pada perusahaan lain.
7. Pemilikan Saham
Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa
pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan
sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang
sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.
8. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku
usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan
perusahaan bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.
4. Perjanjian yang
dilarang
1. Oligopoli
Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah
sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga
pasar.
2. Penetapan
harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian,
antara lain :
a. Perjanjian
dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa
yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang
sama ;
b. Perjanjian
yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari
harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama
;
c. Perjanjian
dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar ;
d. Perjanjian
dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau
jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya
dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.
3. Pembagian
wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap
barang dan atau jasa.
4. Pemboikotan
4. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang
sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
5. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran
suatu barang dan atau jasa.
6. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang
lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup
tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol
produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
7. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan
atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar
komoditas.
8. Integrasi vertical
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam
rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian
produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu
rangkaian langsung maupun tidak langsung.
9. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan
memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak
tertentu dan atau pada tempat tertentu.
10. Perjanjian dengan pihak luar negeri
10. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang
memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
5. Hal-hal yang
dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
Hal-hal Yang Dikecualikan Dari Undang-Undang Anti Monopoli
I. Perjanjian
yang dikecualikan
a. Hak
atas kekayaan intelektual, termasuk lisensi, paten, merk dagang, hak cipta
b. Waralaba
c. Standar
teknis produk barang dan atau jasa
d. Keagenan
yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok
e. Kerjasama
pnelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar
f. Perjanjian
internasional
II. Perbuatan
yang dikecualikan
a. Perbuatan
pelaku usaha yang tergplong dalam pelaku usaha
b. Kegiatan
usaha koperasi uang khusus melayani anggotanya
III. Pebuatan
dan atau perjanjian yang diperkecualikan
a. Pebuatan
dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan UU
b. Pebuatan
dan atau perjanjian yang bertujuan untuk ekspor
6. Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU)
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga
independen di Indonesia yang
dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan
praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
- Perjanjian
yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara
bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa
yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing,pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan),
dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan
usaha tidak sehat.
- Kegiatan
yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui
pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha
tidak sehat.
- Posisi
dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya
untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat
bisnis pelaku usaha lain.
7. Sanksi
Apabila importir tersebut terbukti
melakukan kartel atau kecurangan lain, maka akan dikenakan sanksi. Sanksi
tersebut dapat berupa denda dan atau sanksi administratif berupa pencabutan
izin usaha.
PERLINDUNGAN KONSUMEN
- Pengertian Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jika tujuan pembelian produk
tersebut untuk dijual kembali, maka dia disebut pengecer atau distributor. Pada
masa sekarang ini bukan suatu rahasia lagi bahwa sebenarnya konsumen adalah
raja sebenarnya, oleh karena itu produsen yang memiliki prinsip holistic
marketing sudah seharusnya memperhatikan semua yang menjadi hak-hak konsumen .
- Asas dan Tujuan Konsumen
Sebelumnya telah disebutkan bahwa tujuan
dari UU PK adalah melindungi kepentingan konsumen, dan di satu sisi menjadi
pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal
3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
1. Meningkatkan
kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2. Mengangkat harkat dan
martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian
barang dan/atau jasa
3. Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya
sebagai konsumen
4. Menciptakan sistem
perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan
informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
5. Menumbuhkan kesadaran
pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap
yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
6. Meningkatkan kualitas
barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau
jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
Asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 2 UU PK adalah:
1. Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa
penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua
pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya
lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh
hak-haknya.
2. Asas keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di
Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta
pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat
memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
3. Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan
kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara
seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
4. Asas keamanan dan
keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan,
pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan
pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum
- Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak-hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang
Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen adalah :
1. Hak atas kenyamanan,
keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih
barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi
yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar
pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan
advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
secara patut;
6. Hak untuk mendapat
pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan
atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima
tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang
Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
1. Membaca atau mengikuti
petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau
jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2. Beritikad baik dalam
melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3. Membayar sesuai dengan
nilai tukar yang disepakati;
4. Mengikuti upaya
penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
- Hak dan Kewajiban Pelaku usaha
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha
juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
1. hak untuk menerima
pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2. hak untuk mendapat
perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
3. hak untuk melakukan
pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
4. hak untuk rehabilitasi
nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak
diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5. hak-hak yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
1. beritikad baik dalam
melakukan kegiatan usahanya;
2. memberikan informasi
yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3. memperlakukan atau
melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4. menjamin mutu barang
dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan
standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5. memberi kesempatan
kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu
serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan;
6. memberi kompensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7. memberi kompensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Bila diperhatikan dengan seksama, tampak
bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban
konsumen. Ini berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi
oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang
akan diterima pelaku usaha. Bila dibandingkan dengan ketentuan umum di
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tampak bahwa pengaturan UUPK lebih spesifik.
Karena di UUPK pelaku usaha selain harus melakukan kegiatan usaha dengan itikad
baik, ia juga harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan
yang curang antar pelaku usaha.
- Perbuatan yang Dilarang Oleh Pelaku Usaha
perbuatan yang dilarang bagi pelaku
usaha dalam kegiatan pemasaran. Ketentuan ini diatur di Pasal 9 – 16. Pada
Pasal 9 pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklan-kan suatu
barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
1. barang tersebut telah
memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu,
gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
2. barang tersebut dalam
keadaan baik dan/atau baru;
3. barang dan/atau jasa
tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan
tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
4. barang dan/atau jasa
tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau
afiliasi;
5. barang dan/atau jasa
tersebut tersedia;
6. barang tersebut tidak
mengandung cacat tersembunyi;
7. barang tersebut
merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
8. barang tersebut
berasal dari daerah tertentu;
9. secara langsung atau
tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
10. menggunakan kata-kata
yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau
efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
11. menawarkan sesuatu yang
mengandung janji yang belum pasti.
Kemudian pada Pasal 10 ditentukan bahwa
pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat
pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:
1. harga atau tarif suatu
barang dan/atau jasa;
2. kegunaan suatu barang
dan/atau jasa;
3. kondisi, tanggungan,
jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
4. tawaran potongan harga
atau hadiah menarik yang ditawarkan;
5. bahaya penggunaan
barang dan/atau jasa.
- Klausula Baku Dalam Perjanjian
Klausula baku adalah setiap syarat dan ketentuan yang
telah disiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pengusaha
yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian yang engikat dan wajib
dipenuhi olehkonsumen. Lazimnnya klausula baku dicantumkan dalam huruf kecil
pada kuitansi, faktur atau bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi
jual beli.
Memang klausula baku potensial merugikan konsumen
karena tak memiliki pilihan selain menerimanya. Namun di sisi lain, harus
diakui pula klausula baku sangat membantu kelancaran perdagangan. Sulit
membayangkan jika dalam banyak perjanjian atau kontrak sehari-hari kita harus
selalu menegoisasikan syarat dan ketentuannya. Misalnya, jika membeli tiket
meninton pertunjukan, apakah wajar untuk menegoisasikan akibat hukum jika
pertunjuka itu dibatalkan ? namun demikian, untuk melindungi kepentingan
konsumen beberapa jenis klausula baku secara tegas diilarang dalam
undang-undang perlindungan konsumen.
· Klausula
baku yang dilarang, ada klausula baku yang diilarang dalam UU PK artinya
klausula baku selain itu sah dan mengikat secarra hukum.
Klausula baku dilarang mengandung unsure-unsur atau
pertanyaan :
1. Pengalihan
tanggung jawab pelaku usaha (atau pengusaha) kepada konsuumen.
2. Hak
pengusaha untuk menolak mengembalikan barang yang dibeli konsumen.
3. Hak
pegusaha untuk menyerahkan uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang
dibeli konsumen.
4. Pemberian
kuasa dari konsuumen kepada pengusaha untuk melakukan segala tindakan sepihak
berkaitan dengan barang yang dibeli secara umum.
5. Mengatur
perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang
dibeli konsumen .
6. Hak
pengusaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen
yang menjadi objek jual beli jasa.
7. Tunduknya
konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan atau lanjutan yang
dibuat sepihak oleh pengusaha semasa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.
8. Pemberian
kuasa kepada pengusaha untuk membebankan hak tanggungan, gadai, atau hak
jaminan terhadapbarang yang dibeli oleh kosumensecara angsuran pasal 56 UU
8/99.
Selain itu, pengusaha juga dilarang mencantumkan
klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihatatau tidak dapat jelas
dibaca, aytau yang maksuudnya sulit dimengerti.
Jika pengusaha tetap mencantumkan klausula baku yang
dilarang tersebut, maka klausula itu batal demi hukum. Artinya klausula itu
dianggap tidak pernah ada.
- Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Tanggung gugat produk timbul dikarenakan
kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari produk yang cacat, bisa
dikarenakan kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang
diperjanjikan/jaminan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha.
Didalam Pasal 27 disebutkan hal-hal yang
membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita
konsumen, apabila:
a. Barang tersebut terbukti seharusnya
tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan,
b. Cacat barang timbul pada kemudian
hari,
c. Cacat timbul akibat ditaatinya
ketentuan mengenai kualifikasi barang,
d. Kelalaian yang diakibatkan oleh
konsumen,
e. Lewatnya jangka waktu penuntutan 4
tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan.
- Sanksi Pelaku Usaha
Sanksi-sanksi Pelaku Usaha
Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut
Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Sanksi Perdata :
Ganti rugi dalam bentuk :
o Pengembalian uang atau
o Penggantian barang atau
o Perawatan kesehatan, dan/atau
o Pemberian santunan
Ganti rugi diberikan dalam tenggang
waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta
rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
Kurungan :
o Penjara, 5 tahun, atau denda Rp.
2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1)
huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
o Penjara, 2 tahun, atau denda
Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan
17 ayat (1) huruf d dan f
Langganan:
Postingan (Atom)